Metode Penelitian Dan Filsafah Ilmu Pengetahuan

Penelitian kualitatif dan kuantitatif adalah dua pendekatan penelitian yang umum digunakan peneliti. Kedua pendekatan ini memiliki ciri khas masing-masing. Ciri tersebut meliputi metode penelitian, jenis dan sumber data, serta teknik analisa data. Tulisan ini hendak memaparkan hal-hal umum yang ada dalam konteks dua pendekatan penelitian ini.

Pendekatan Penelitian

Guna menjawab perumusan masalah penelitian yang sudah ditetapkan, peneliti memilih pendekatan penelitian. Pendekatan ini disesuaikan dengan kebutuhan pencarian jawaban atas pertanyaan penelitian (perumusan masalah).


Scott W. Vanderstoep and Deirdre D. Johnston menyatakan, kendati bervariasi, pendekatan penelitian dapat dikelompokkan ke dalam 2 bagian besar : Pendekatan Kualitatif dan Pendekatan Kuantitatif. Penelitian Kuantitatif menekankan pada penilaian numerik atas fenomena yang dipelajari. Pendekatan Kualitatif menekankan pada pembangunan naratif atau deskripsi tekstual atas fenomena yang diteliti. Ringkasan perbedaan kedua pendekatan penelitian ini adalah:


Metode Penelitian


Dalam ilmu sosial, kajian yang mengentara berlingkup pada penelitian perilaku (behavioral research). Sebagai “anak kandung” pendekatan Positivis, kajian behavioral berupaya melakukan kuantifikasi atas apapun, termasuk mengkuantifikasi data-data kualitatif menjadi data-data kuantitatif. Angka dan ketepatan pengukuran menjadi subyek utama dalam studi-studi perilaku.


Mark R. Leary membagi studi perilaku ke dalam 4 kategori besar yaitu : (1) Penelitian Deskriptif; (2) Penelitian Korelasional; (3) Penelitian Eksperimental; dan (4) Penelitian Kuasi-Eksperimental.


1. Penelitian Deskriptif


Penelitian Deskriptif menggambarkan perilaku, pemikiran, atau perasaan suatu kelompok atau individu. Contoh umum dari penelitian deskriptif adalah jajak pendapat, yang menggambarkan sikap suatu kelompok orang. Dalam Penelitian Deskriptif, peneliti kecil upayanya untuk menghubungkan perilaku yang diteliti dengan variabel lainnya ataupun menguji atau menjelaskan penyebab sistematisnya. Seperti namannya, Penelitian Deskriptif hanya mendeskripsikan.


Tujuan Penelitian Deskriptif adalah menggambarkan karakteristik atau perilaku suatu populasi dengan cara yang sistematis dan akurat. Biasanya, Penelitian Deskriptif tidak didesain untuk menguji Hipotesis, tetapi lebih pada upaya menyediakan informasi seputar karakter fisik, sosial, perilaku, ekonomi, atau psikologi dari sekelompok orang.


Jenis Penelitian Deskriptif yang biasa diterapkan adalah : (1) Penelitian Survey, (2) Penelitian Demografis, dan (3) Penelitian Epidemiologis.


2. Penelitian Korelasional


Penelitian Korelasional menyelidiki hubungan antara variabel-variabel psikologi yang beragam. Apakah ada hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Rasa Minder? Apakah orang dewasa yang kecilnya diabaikan berhubungan dengan kenakalan di masa dewasa mereka? Penelitian Korelasional, singkatnya, mempertanyakan apakah ada correlation (hubungan) antara dua variabel.


Kala peneliti berminat dalam pertanyaan variabel-variabel apakah yang berhubungan satu sama lain, mereka melakukan Penelitian Korelasional. Penelitian Korelasional digunakan guna menggambarkan hubungan antara 2 atau lebih variabel-variabel yang muncul secara alamiah.


Dalam Penelitian Korelasional, terdapat Koefisien Korelasi. Koefisien Korelasi adalah suatu statistik yang mengindikasikan derajat mana dua variabel berhubungan satu sama lain dengan cara yang linier. Misalnya, hubungan antara kepribadian anak dengan kepribadian orang tua, konsumsi ganja dengan daya ingat, dan dengar musik rock n’ roll dengan niat merusak. Koefisien Korelasi berkisar dari -1 hingga 1. Jika Koefisien Korelasi berkisar dari > = -1 hingga < 0 maka korelasi negatif. Jika Koefisien Korelasi = 0 maka dianggap tidak ada korelasi. Jika Koefisien Korelasi > 0 dan < = 1 maka korelasi positif. Dalam Penelitian Korelasional juga terdapat Koefisien Determinasi. Koefisien Determinasi diperleh dari pengkuadratan nilai korelasi. Misalnya variabel kepribadian anak berhubungan dengan kepribadian orang tua dengan nilai r = 0.25. Koefisien Determinasi diperoleh dengan mengkalikan 0,25 x 0,25 = 0,0625. Nilai 0,0625 lalu dikalikan % sehingga menjadi 6,25%. Nilai 6,25% memberitahu peneliti bahwa 6,25% varians kepribadian anak juga terdapat dalam kepribadian orang tuanya. Perhitungan dalam Penelitian Korelasional kerap menggunakan Pearson Product Moment. Rumus Pearson Product Moment sebagai berikut:


Berdasarkan rumus tersebut, kita bisa menghitung Koefisien Korelasi dari data penelitian berikut ini :



Berdasarkan rumus Pearson Product Moment di atas, kita bisa melakukan perhitungan sebagai berikut:



Korelasi antara Test Score (x) dengan Job Performance Rating (y) adalah 0,82. Koefisien Determinasi-nya adalah 0,82 x 0,82 = 0,6724. Dengan demikian dapat dikatakan 67,24% varians Job Performance Rating dapat dihitung dengan mengetahui Test Score=nya. Test tersebut terlihat dapat dijadikan indikator valid bagi Job Performance.


Dalam Penelitian Korelasional juga terdapat istilah Statistical Significance. Statistical Significance hadir kala Koefisien Korelasi yang dihitung pada suatu sampel punya probability yang sangat rendah untu menjadi 0 dalam populasi. Hasil suatu uji statistik salah satunya bergantung pada jumlah sampel (responden). Besar nilai Koefisien Korelasi, bisa dikatakan signifikan atau tidak, salah satunya bergantung pada besar sampel ini. Perhatikan tabel di bawah ini: 

Tabel di atas menggambarkan nilai minimal r yang dianggap Statistically Significant, dengan kurang dari 5% kesempatan bahwa korelasi dalam populasi menjadi 0. Misalnya, suatu Penelitian Korelasi menggunakan sampel sebesar 30 orang dan Koefisien Korelasi hitungnya sebesar 0,29. Penelitian Korelasional tersebut tidak Statistically Significant dalam probabilitas 0,05.


Penelitian Korelasional juga bisa diprospek lebih lanjut. Mark R. Leary sekurangnya menyebutkan 3 kembangan dari penelitian korelasional yaitu : (1) Analisis Regresi; (2) Cross-Lagged Panel dan Structural Equation Analysis; dan (3) Factor Analysis. Analisis Regresi bertujuan mengembangkan persamaan yang menggambarkan bagaimana variabel-variabel berhubungan dan memprediksi satu variabel oleh variabel lainnya. Cross-Lagged Panel dan Structural Equation Analysis bertugas menjelajahi arah kausalitas (sebab-akibat) antara dua atau lebih variabel yang berkorelasi (berhubungan). Faktor Analysis bertugas mengidentifikasi dimensi-dimensi dasar yang menggarisbawasi seperangkat korelasi.


3. Penelitian Eksperimental


Penelitian Eksperimental berminat menentukan apakah variabel-variabel tertentu menyebabkan perubahan perilaku, pemikiran, atau emosi. Dalam penelitian ini, peneliti memanipulasi atau mengubah satu variabel (disebut variabel bebas) guna melihat pakah perubahan dalam perilaku (varibel terikat) muncul sebagai akibatnya. Jika perubahan perilaku muncul kala variabel bebas dimanipulasi, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa variabel bebas menyebabkan perubahan pada variabel terikat (dalam kondisi tertentu).


4. Penelitian Kuasi-Eksperimental


Kala peneliti berminat memahami sebab dan akibat dari suatu hubungan, mereka memilih Penelitian Eksperimental. Namun, Penelitian Eksperimental mensyaratkan peneliti lincah mengubah-ubah variabel bebasnya guna menentukan efeknya atas variabel terikat. Dalam banyak kasus, peneliti tidak mampu mengubah variabel bebas. Kala ini terjadi, peneliti kadang menggunakan Penelitian Kuasi-Eksperimental. Dalam Penelitian Kuasi-Eksperimental, peneliti menyelidiki efek sejumlah variabel atau peristiwa secara alamiah.

Populasi

Populasi juga disebut populasi sasaran (target population), keseluruhan, atau sampling frame. Intinya, populasi adalah darimana sampel diambil. Populasi adalah agregat (pengelompokan) seluruh kasus yang disesuaikan dengan seperangkat kriteria yang ditentukan sebelumnya, misalnya variabel-variabel dan indikator-indikator penelitian yang ditetapkan peneliti.


Elemen-elemen populasi adalah anggota atau unit tertentu dari suatu populasi. Anggota atau unit populasi ini bisa berupa orang, tindakan sosial, peristiwa, tempat, waktu, atau masalah. Peneliti bebas menentukan populasi sesuai dengan perumusan masalah penelitian. Misalnya, sebuah populasi bisa dikatakan sebagai:
  • Semua orang berusia 16 atau lebih tua yang tinggal di Wonosobo pada tanggal 2 Desember 1999, yang tidak pernah berurusan dengan hukum.
  • Seluruh perusahaan yang memiliki lebih dari 100 karyawan di Provinsi Kepulauan Maluku dan beroperasi pada bulan Juli 2005.
  • Seluruh mahasiswa STIA Sandikta yang lahir di Kota Bekasi mulai tahun 1975.


Target Population (populasi sasaran) mengacu pada kelompok spesifik yang peneliti ingin teliti. Perbandingan ukuran sampel dengan ukuran populasi disebut Sampling Ratio. Contoh, populasi punya 50.000 orang, dan peneliti memilih 150 sampel dari populasi tersebut. Sampling Ratio-nya 150/50.000 = 0,003 atau 0,3%. Jika populasi punya 500 orang dan peneliti mengambil sampel 100, lalu Sampling Ratio-nya 100/500 = 0,20 atau 20%.


Populasi adalah konsep yang abstrak. Sebab itu peneliti harus menaksir populasi. Sebagai konsep abstrak, populasi perlu dibuat definisi operasionalnya. Proses ini sama dengan membuat definisi operasional untuk konsep (variabel dan indikator) penelitian. Definisi operasional populasi telah kami sebutkan di bagian atas.


Definisi operasional populasi melahirkan Sampling Frame. Sampling Frame adalah daftar rinci yang taksirannya mendekati elemen-elemen dalam populasi. Gambaran Sampling Frame sebagai berikut: 


Sampel dan Teknik Sampling

Sampel adalah sebagian populasi yang digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan penelitian. Peneliti menggunakan sampel sebagai cara utama guna menaksir perilaku di dalam suatu populasi. Sebab itu, patut dipertimbangkan secara serius pengambilan sampel ini.


Apa beda sensus dan sampel. Sensus adalah perhitungan seluruh elemen populasi dan digunakan untuk menggambarkan karakteristik populasi. Sampel adalah pemilihan elemen (anggota atau unit) dari suatu populasi; ia digunakan untuk membuat pernyataan yang mengatasnamakan populasi. Sampel ideal adalah sampel yang mewakili populasi secara sempurna, dengan seluruh ciri populasi termaktub di dalam sampel tersebut. Sampel ideal jarang terdapat dalam penelitian.


Probability Sampel memberi kesempatan kepada semua elemen populasi untuk menjadi sampel. Nonprobability Sample tidak memberi setiap anggota populasi kesempatan untuk dipilih. Hubungan antara ukuran sample dan ukuran populasi disebut dengan Sampling Ratio (rasio penyampelan).


Metode Sampling terdiri atas 2 bagian besar yaitu : (1) Probability Sampling, dan (2) Nonprobability Sampling. Probability Sampling kerap dikaitkan dengan penelitian Kuantitatif. Nonprobability Sampling kerap dikaitkan dengan penelitian Kualitatif. Namun, penelitian kuantitatif yang kini beredar banyak pula yang menggunakan Nonprobability Sampling untuk menentukan unit analisisnya.


1. Sampel Saya Harus Berapa?


Tidak ada jumlah akurat berapa sampel harus dipakai. Semua bergantung pada tujuan dan metode penelitian yang digunakan peneliti. Namun, sekadar acuan belaka penentuan jumlah sampel, Cohen dan rekan-rekannya memberikan secara jelas dan mudah dipahami.


Misalnya, Penelitian Korelasional butuh sampel minimal 30 responden. Penelitian Eksperimental, Kausal-Komparatif, butuh minimal 15 responden/obyek. Penelitian Survey (masuk kategori Penelitian Deskriptif) butuh minimal 100 responden kelompok utama dan minimal 50 responden kelompok minor. Penelitian Lapangan atau Etnografis (kualitatif) tentunya butuh sampel tidak sebesar penelitian kuantitatif karena tingkat kesulitannya. Penentuan jumlah sampel juga dibatasi masalah biaya, waktu, uang, stress, dukungan administratir, jumlah penelitian dan sumberdaya.


Dalam konteks Sample Acak (Random Sampling), sampel dapat ditentukan dengan dua cara. Entah itu peneliti dengan cara pertimbangan jujur peneliti bahwa sampel mewakili populasi dengan menetapkan jumlah sampel minimal. Atau, dengan menggunakan tabel yang dibuat dengan rumus matematika yang menghasilkan jumlah sampel yang mencukupi bagi jumlalh populasi tertentu. Contoh sampel dengan cara ini adalah yang dikembangkan Krejcie and Morgan tahun 1970 yang populer dengan nama Tabel Krejcie and Morgan, yang tabelnya sebagai berikut :


Dimana :
  • N = Populasi
  • S = Sampel


Dari tabel Krejcie and Morgan di atas, kentara bahwa semakin kecil jumlah populasi, semakin besar sampel yang harus diambil dari populasi tersebut. Semakin besar jumlah populasi, semakin kecil jumlah sampel yang harus diambil dari populasi tersebut. Tabel Krejcie and Morgan sangat populer digunakan guna menentukan jumlah sampel yang kesederhanaannya.


Cara lain untuk menentukan besar sampel adalah dengan memperhitungkan Taraf Keyakinan dan Sampling Error penelitian. Misalnya, dengan Taraf Keyakinan 95% dan 99% dan Sampling Error 5% dan 1%, jumlah sampel baru ditentukan. Cohen dan rekan-rekannya lalu membentuk tabel penentuan jumlah sampel berdasarkan Taraf Keyakinan dan Sampling Error penelitian sebagai berikut: 

Tabel Cohen dan rekan-rekan di atas terdiri atas 3 Taraf Keyakinan penelitian yaitu (kiri ke kanan) 90%, 95%, dan 99%. Di masing-masing Taraf Keyakinan, Cohen dan rekan-rekan juga memuat 3 Interval Keyakinan yaitu (kiri ke kanan) 5%, 4%, dan 3%. Misalnyanya Boim membuat penelitian yang Populasi-nya 1.000.000 orang dengan Taraf Keyakinan Penelitian 95% dan Interval Keyakinan 3%, maka Sampel Boim harus 1.066 orang. Mudah sekali, bukan?


Cara lain menentukan jumlah sampel adalah dengan menggunakan rumus Slovin. Rumus Slovin adalah:




Dimana:
  • n = Sampel
  • N = Populasi
  • e = Interval Keyakinan (biasanya 0,05 atau 0,01).


Misalnya Boim mengadakan penelitian dengan populasi 1000 orang. Interval Keyakinan penelitian yang dipakai 0,05. Maka perhitungan sampel Boim :


Dengan demikian, Boim harus menggunakan sampel sebesar 286 orang.


2. Probability Sampling


Probability Sampling terdiri atas: (1) Simple Random Sampling; (2) Systematic Sampling; (3) Stratified Sampling; dan (4) Cluster Sampling. Pembahasan masing-masingnya ada di bagian bawah berikut.


Simple Random Sampling. Simple Random Sampling adalah sampel acak yang paling mudah dipahami dan paling banyak dimodelkan. Dalam Simple Random Sampling, penelitia mengembangkan Sampling Frame yang akurat, memilih elemen-elemen dari Sampling Frame menurut prosedur acak matematika, lalu memilih siapa atau apa yang dijadikan sampel.


Dalam Simple Random Sampling, setiap unit di dalam populasi punya kesempatan untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Penelitian mulai dengan daftar observasi yaitu N. N adalah seluruh populasi yang ditentukan dalam Sampling Frame.


Contoh, dalam wilayah pemungutan suara terdapat 1000 pemilih. Peneliti hendak memilih 100 dari antara mereka untuk jajak pendapat. Peneliti memasukkan ke-1000 nama di sebuah kotak dan mengeluarkan 100 nama. Dengan ini, 1000 orang tersebut punya kesempatan yang sama untuk menjadi sampel. Peneliti menentukan ukuran n (sampel) dan N (populasi) dan masukkan ke dalam pembagian :


n/N x 100 atau 100/1000 x 100 = 10%.


Dengan demikian, sampel yang digunakan adalah 10% dari populasi. Syarat utama Simple Random Sampling adalah membuat Sampling Frame. Sampel diturunkan dari Sampling Frame ini.


Dalam memilih sampel dengan teknik Simple Random Sampling digunakan Tabel Random Number (nomor acak) yang kami muat dalam lampiran tulisan ini. Bagaimana cara menggunakannya? Cara menggunakan sebagai berikut:


Perhatikan, tabel terdiri atas dua digit angka (54, 83, 80, ...). 
  • Angka-angka tersebut disusun dalam bentuk baris dan kolom agar mudah dibaca dan digunakan.
  • Pada prakteknya, anda abaikan 2 digit itu dan khayalkan angka-angka tersebut berbentuk sambung (5, 4, 8, 3, 8, 0, 5, 3, 9, 0, ...).
  • Tentukan berapa sampel yang mau diambil. Misalnya, STIA Sandikta punya 5000 mahasiswa dan Peneliti mau mengambil sampel 200 sampel.
  • Buatlah nomor (di kertas coret-coretan) mahasiswa nomor 0001 hingga 5000.
  • Mulai dari mana saja, pada tabel Random Number, peneliti mau ambil 200 set 4 digit angka.


Contoh, peneliti mulai dari sini (cetak tebal): 

36 85 49 83 47 89 46 28 54 02 87 98 10 47 22 67 27 33 13

  • Mulai dari nomor 49 itu lihat ke samping kanan sehingga jadi 4983. Mahasiswa nomor 4983 jadi sampel. Baru satu orang. Di samping kanannya 4789. Ia jadi sampel nomor 2. Ke samping kanannya lagi 4628. Ia jadi sampel nomor 3. Ke samping kanan lagi ketemu 5402. Lho!
  • Mahasiswa kan Cuma 5000 sehingga 5402 tidak ada. Jangan hiraukan, dan lanjut ke kanan lagi ketemu 8798. Abaikan juga nomor tersebut. Ke kanan lagi ketemu 1047. Nah, 1047 ini jadi sampel nomor 4. Begitu selanjutnya dan selanjutnya hingga ketemu 200 sampel.


Stratified Random Sampling. Stratified Random Sampling adalah variasi dari Simple Random Sampling. Ketimbang memilih responden langsung dari populasi, peneliti pertama-tama membagi populasi ke dalam 2 atau lebih strata. Stratum adalah bagian dari populasi yang saling berbagi karakteristik khusus tertentu.


Contoh, peneliti bisa membagi populasi jadi Laki-laki dan Prempuan atau ke dalam 6 kisaran umur (20-29, 30-39, 40-49, 50-59, 60-69, di atas 69). Lalu, responden ditarik acak dari tiap-tiap strata.


Kunci Stratified Random Sampling adalah, peneliti punya informasi tambahan seputar stratum yang ada dalam populasi. Di atas sudah dicontohkan jenis kelamin dan kisaran umur. Juga bisa berupa jabatan seperti bos, wakil bos, anak buah bos, dan sejenisnya. Sampel lalu diambil dari tiap-tiap stratum tersebut.


Stratified Random Sampling mengatasi kelemahan Simple Random Sampling. Misalnya, suatu populasi terdiri atas 100 orang. Terdapat 60% laki-laki dan 40% prempuan. Rasio laki-laki dan prempuan 60:40. Kalau pakai Simple Random Sampling, rasio tersebut belum tentu terpenuhi. Kalau pakai Stratified Random Sampling, maka sampel yang ditarik mencerminkan rasio tersebut dengan cara:
  • (10/100) x 60 = 6 laki
  • (10/100) x 40 = 4 prempuan


Contoh dari Stratified Random Sampling dan perbandingannya dengan Simple Random Sampling sebagai berikut: 

Dalam tabel di atas, pilih 3 dari 15 administrator, 5 dari 25 Staff Physician, dan selanjutnya. Secara umum, N menyimbolkan angka dalam populasi dan n mewakili angka dalam sampel. Simple Random Sampel berlebihan dalam mengambil Nurses, Nursing Assistant, dan Medical Technician, tetapi kurang dalam mewakili Administrator, Staff Physician, Maintenance Staff, dan Cleaning Staff. Namun, Stratified Random Sampling memberi perwakilan lebih akuran untuk tiap jenis posisi. Kiranya demikian dan cukup sederhana, bukan?


Cluster Sampling. Cluster Sampling dipilih sebagai metode penarikan sampel jika terdapat dua masalah. Pertama, tidak punya Sampling Frame yang baik bagi populasi yang tersebar. Kedua, biaya untuk mengambil sampel tinggi (mahal, expensive).


Contoh, tidak terdapat daftar nama montir di wilayah Kota Bekasi. Bahkan, jika peneliti punya Sampling Frame yang akurat, proses penyebaran kuesioner memakan biaya mahal karena para montir tersebar di kawasan yang luas dan macet serta berpolusi. Resiko kesehatan jiwa pun mengancam. Jadi, ketimbang memakai satu Sampling Frame, peneliti mengguna desain sampel yang meliputi Multiple Stages dan Cluster.


Cluster adalah pengelompokan responden. Dalam kasus montir di Kota Bekasi, para montir kelompokkan. Pengelompokkan biasanya berdasarkan wilayah geografis. Dalam kasus montir di Kota Bekasi, peneliti melakukan hal-hal berikut dalam metode Cluster Sampling:
  • Tujuan : Memilih 240 orang montir di Kota Bekasi.
  • Langkah#1 - Kota Bekasi punya 12 kecamatan dan 56 kelurahan. Peneliti tentukan hendak mengambil montir berdasarkan apa ? Kecamatan atau kelurahan? Disarankan kelurahan saja karena lingkupnya lebih sempit. Dari 56 kelurahan, pilih secara acak 6 kelurahan. [yang ditebalkan dipilih secara acak, lho!]


  • Langkah#2 - Bagilah kelurahan yang sudah dipilih ke dalam RW. Tiap kelurahan terdiri dari 20 RW. Lalu pilih secara acak 5 RW dari tiap kelurahan.
  • Contoh kelurahan 03 adalah Jatirahayu (sudah dipilih di langkah 1) yang punya 20 RW: maka seperti ini:
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

  • Dipilihlah RW 04, 10, 13, 17, dan 20.
  • Langkah#3 - Dari tiap RW cari 10 montir buat mengisi kuesioner. Jadi, dari kelurahan Jatirahayu dapat 40 montir. Lakukan berulang langkah 2 dan 3 hingga total montir yang diperoleh adalah 240. Mudah bukan?


Tentu saja, Cluster Sample akurasinya lebih rendah ketimbang Simple Random Sampling. Namun, Cluster Sampling lebih murah biaya dan sederhana.


Systematic Sampling. Systematic Sampling adalah Simple Random Sampling dengan jalan pintas menuju pilihan acak. Langkah pertama menomori tiap elemen di dalam Sampling Frame. Lalu, ketimbang langsung menggunakan Tabel Random Number, peneliti menghitung Sampling Interval, dan interval itu menjadi metode semi acak dari si peneliti. Sampling Interval (misalnya 1 dalam k, di mana k ada suatu angka) memberitahu peneliti bagaimana memilih elemen dari Sampling Frame dengan cara melewati elemen di dalam Sampling Frame sebelum memilihnya jadi sampel.


Misalnya, peneliti STIA Sandikta mau pililh 300 nama dari 900 nama. Setelah awal yang acak, peneliti tersebut memilih tiap 3 nama dari 900 itu biar bisa beroleh 300 nama. Sampling Interval-nya, dengan demikian, adalah 3.


Sampling Interval mudah dihitung. Peneliti STIA Sandikta itu Cuma butuh jumlah sampel dan jumlah populasi (atau Sampling Frame). Sampling Ratio untuk 300 nama dari 900 adalah 300/900 = 0,333 = 33,3%. Sampling Interval adalah 900/300 = 3.


Contoh lain lagi soal Systematic Sampling. Mahasiswa STIA Sandikta ada 500 orang dan Boim, seorang peneliti, hendak mengambil sampel (n) sebanyak 100 menggunakan Systematic Sampling. Boim harus mendaftar ke-500 mahasiswa secara urut. Sampling Fraction-nya menjadi f = 500/100 = 20%. Dalam kasus Boim, ukuran Interval k sama dengan N/n = 500/100 = 5. Sekarang, Boim tinggal memilih integer (bilangan) acak dari 1 hingga 5. Taruhlah Boim memilih 2. Lalu, untuk memilih sampel Boim mulai dengan nomor 2 dan mengambil tiap k (yaitu 5, karena k = 5). Sampel Boim yaitu jatuh pada nomor 2, 7, 12, 17 dan terus begitu hingga anggota populasi nomor 500. Jadilah Boim beroleh 100 orang.


3. Non Probability Sampling


Non Probability Sampling terdiri atas: (1) Convenience Sampling; (2) Quota Sampling; (3) Purposive Sampling; (4) Snowball Sampling; (5) Deviant Case Sampling; dan (6) Sequential Sampling. Kendati lebih banyak digunakan dalam penelitian kualitatif, pada kenyataannya, banyak juga penelitian kuantitatif yang menggunakan metode sampling ini. Alasannya, banyak berkisar pada “kemalasan” peneliti, keterbatasan dana, keterbatasan waktu studi, dan alasan lebih praktis dan kemudahan penentuan.


Convenience Sampling. Convenience Sampling disebut juga Haphazard atau Accidental Sampling. Convenience Sampling sebagai metode sampling bisa berakibat pada sampel yang tidak efektif (tidak menggambarkan populasi) dan tidak direkomendasikan.


Convenience Sampling adalah sampel yang dipilih secara convenience (nyaman) karena sifatnya yang mudah dan tidak menyulitkan peneliti. Contoh dari Convenience Sampling adalah sebuah surat kabar bertanya pada pembaca lewat kolom kuesioner di surat kabar tersebut. Tidak semua orang yang baca koran punya minat pada masalah di dalam kuesioner, atau punya waktu buat menggunting kuesioner dan mengirimkannya lewat pos kendati gratis.


Andai saja ada 5000 orang yang mengembalikan, tetapi kendati besar “sampel” itu tidak bisa secara akurat menggambarkan populasi. Mungkin saja, kuesioner tersebut lebih punya nuansa menghibur ketimbang melakukan penelitian. Hasil kesimpulan penelitian seperti ini mendistorsi kesimpulan atas topik di dalam kuesioner.


Quota Sampling. Quota Sampling adalah upaya memperbaiki kelemahan Convenience Sampling. Dalam Quota Sampling, peneliti awalnya mengidentifikasi kategori-kategori yang relevan dari sejumlah orang (misalnya laki – prempuan atau < 30 tahun, 30 – 60 tahun, > 60 tahun), lalu memutuskan seberapa banyak dibutuhkan dari setiap kategori untuk dijadikan sampel. Sebab itu, jumlah orang di kategori sampel yang beragam itu fix.


Misalnya, peneliti memutuskan memilih 5 laki dan 5 prempuan di bawah umur 30 tahu, 10 laki dan 10 prempuan antara 30 – 60 tahun, dan 5 laki dan 5 prempuan di atas umur 60 tahun dalam menentukan 40 sampel yang dikehendaki. Adalah sulit mewakili seluruh karakteristik populasi secara akurat.


Quota Sampling adalah “perbaikan” Convenience Sampling karena peneliti dapat memastikan sejumlah perbedaan di dalam sampel-nya. Dalam Convenience Sampling, orang yang diwawancara atau mengisi kuesioner bisa saja berasal dari usia atau jenis kelamin yang serupa. Namun, Quota Sampling mengatasi kelemahan itu dengan menentukan variasi di dalam populasi. Quota Sampling ini kerap dilakukan Gallup’s American Institute of Public Opinion dalam memprediksi Presiden Amerika Serikat. Mereka sukses dalam pilpres 1936, 1940, dan 1944, tetapi tahun 1948 mereka salah memprediksi.


Purposive Sampling. Purposive Sampling juga disebut Judgmental Sampling. Purposive Sampling digunakan dalam situasi dimana seorang ahli menggunakan penilaiannya dalam memilih responden dengan tujuan tertentu di dalam benaknya. Dengan Purposive Sampling, peneliti tidak pernah tahu apakah responden yang dipilih mewakili populasi. Metode ini kerap digunakan dalam Exploratory Research atau dalam Field Research.


Purposive Sampling signifikan digunakan dalam 3 situasi. Pertama, peneliti menggunakan guna memilih responden unik yang akan memberi informasi penting. Contoh, peneliti ingin menggunakan Content Analysis guna meneliti Majalah untuk menemukan tema-tema kebudayaan. Ia memilih majalah prempuan populer untuk penelitian karena trend-nya membicara budaya.


Kedua, peneliti menggunakan Purposive Sampling untuk memilih responden yang sulit dicapai, yaitu suatu populasi khusus semisal kaum Gay atau Lesbian. Misalnya, peneliti hendak meneliti masalah prostitusi. Mustahil peneliti mendaftar seluruh nama pelacur di suatu lokalisasi dan secara acak memilih lewat teknik Simple Random Sampling. Untuk itu, peneliti cenderung informasi subyektif (misalnya lokalisasi pelacuran atau dengan siapa pelacur biasa berhubungan) dan para ahli (polisi susila, satpol PP, atau LSM pemerhati pelacur) guna mengidentifikasi sampel para pelacur untuk digunakan dalam penelitian.


Ketiga, tatkala peneliti ingin mengidentifikasi jenis responden tertentu untuk diadakan wawancara mendalam. Tujuan penelitian bukan hendak melakukan generalisasi atas populasi yang lebih besar, tetapi lebih pada kehendak untuk memperoleh informasi yang mendalam tentang sesuatu hal. Misalnya, Boim menggunakan Purposive Sampling dalam Focus Group Study seputar apa yang dipikirkan kelas pekerja tentang politik. Boim menghendaki 188 orang dari kelas pekerja untuk berpartisipasi dalam 1 dari 37 Focus Group yang dibentuk. Ia mencari responden yang tidak merampungkan pendidikan tinggi tetapi bervariasi dari segi usia, etnis, agama, minat politik dan jenis pekerjaan. Boim merekrut orang dari 35 kawasan di Kota Bekasi.


Snowball Sampling. Snowball Sampling juga disebut Network Sampling, Chain Referral Sampling atau Reputational Sampling. Snowball Sampling adalah metode guna mengidentifikasi dan mengambil sampel lewat suatu jaringan. Ia didasarkan pada analogi bola salju, yang dimulai dalam ukuran kecil, tetapi seiring proses, jumlahnya membesar. Snowball Sampling adalah teknik multi tahap. Ia dimual dengan sedikit orang dan membesar sehubungan pergerakan peneletian.


Snowball Sampling dapat dilakukan dengan membuat sosiogram, yaitu suatu diagram lingkaran yang dihubungkan dengan garis. Misalnya Boim dan Ratna tidak kenal satu sama lain secara langsung, tetapi tiap mereka punya teman yaitu Eka sehingga Boim dan Ratna berteman secara tidak langsung. Snowball Sampling kerap digunakan bersamaan dengan Purposive Sampling.


Deviant Case Sampling. Deviant Case Sampling juga disebut Extreme Case Sampling. Deviant Case Sampling digunakan kala peneliti mencari responden yang berbeda dari pola-pola dominan yang berkembang. Sama dengan Purposive Sampling, Deviant Case Sampling digunakan saat peneliti menggunakan teknik yang beragam untuk menempatkan responden dengan karakteristik tertentu. Deviant Case Sampling beda dengan Purposive Sampling karena tujuannya mencari hal yang unik, khusus, tidak biasa, bukan mewakili seluruhnya.


Misalnya, Boim tertarik meneliti mahasiswa STIA Sandikta yang dropout. Riset-riset sebelumnya menyebut mahasiswa tersebut dropout berasal dari keluarga yang punya pendapatan rendah, orang tua bercerai atau tidak stabil, sering pindah rumah, dan secara etnis atau agama minoritas. Penelitian yang sudah dibuat juga menyebut mahasiswa yang dropout kerap terlibat dalam perilaku ilegal dan punya catatan kriminal. Berdasarkan ini, Boim lalu menyusun penelitian dengan metode Deviant Case Sampling, di mana ia menggunakan responden mahasiswa STIA Sandikta yang dropout, tetapi tidak punya catatan kriminal, berasal dari etnis dan agama dominan, tidak pernah berperilaku ilegal apalagi melanggar hukum, dan secara ekonomi sangat mampu.


Sequential Sampling. Sequential Sampling mirip dengan Purposive Sampling dengan satu perbedaa. Dalam Purposive Sampling, peneliti coba menemukan sebanyak mungkin responden yang relevan dengan masalah penelitian, hingga suatu saat uang, tenaga, dan jiwa peneliti mulai “menjerit.”


Dalam Sequential Sampling, peneliti terus mengumpulkan responden hingga jumlah informasi baru atau keragaman responden yang baru terpenuhi. Contoh, Boim menentukan dan merencanakan wawancara mendalam dengan 60 janda di atas umur 70 tahun yang telah hidup tanpa pasangan selama sekurangnya 10 tahun. Bergantung pada tujuan Boim, memperoleh tambahan 20 janda yang pengalaman hidup, latar belakan sosial, dan pandangan hidup berbeda kecil dari 60 orang tersebut bisa dibilang tidak dibutuhkan.


4. Standard Error (SE)


Dalam proses pengambilan sampel (sampling method) dikenal istilah Standard Error. Standard Error ini berbeda dengan Standard Deviation (SD). SD mengukur seberapa baik Mean mewakili data. Semakin kecil SD mengindikasikan data dekat dengan Mean. Semakin besar SD mengindikasikan data jauh dari Mean. Jika SD = 0 maka Mean seluruh data adalah serupa. SD dapat dicari dengan rumus:




Dimana :
  • s = Standar Deviasi
  • x_i = Mean data yang diobservasi
  • x ̅ = Mean data keseluruhan
  • N = Jumlah sampel


Telah dikatakan, SD adalah akar kuadrat dari Varians (s2). Rumus Varians adalah :





Dimana :
  • SS = Sum of Square Error
  • N = Sampel
  • x_i = Mean data yang diobservasi
  • x ̅ = Mean data keseluruhan
  • N = Jumlah sampel
Standard Error adalah seberapa baik sampel mewakili populasi. Standard Error berkaitan dengan sampel ini juga disebut Standard Error of the Mean (SE). SE menunjukkan seberapa jauh perbedaan Mean sampel dengan Mean populasi. SE dihitung dengan membagi SD sampel (s) dengan akar kuadrat total sampel (N):



Dimana :
  • σx = Standard Error
  • s = Standard Deviasi
  • N = Jumlah sampel

5. Tingkat Keyakinan (Confidence of Interval)


Tingkat Keyakinan atau Confidence of Interval masih berkait dengan mean populasi. Tingkat Keyakinan adalah pendekatan untuk menilai akurasi Mean Sampel dalam menaksir Mean Populasi. Caranya dengan menghitung batas-batas dalam mana peneliti yakin nilai Mean Populasi yang sesungguhnya berada. Batas-batas ini disebut Tingkat Keyakinan. Gagasan dasar Tingkat Keyakinan adalah menaksir kisaran nilai ke dalam mana peneliti pikir nilai Mean populasi berada. Tingkat Keyakinan yang populer dalam penelitian sosial adalah 90%, 95% atau bahkan 99%.


Misalnya, suatu penelitian menggunakan 95% Tingkat Keyakinan dan menggunakan 100 sampel. Kita meneliti 100 sampel, menghitung Mean sampel, dan menghitung Tingkat Keyakinan untuk mean tersebut, lalu untuk 95 dari 100 sampel tersebut, Tingkat Keyakinan yang kita bangun akan mengandung nilai sesungguhnya dari Mean Populasi. Atau, jika Tingkat Keyakinan yang digunakan 90%, maka hanya 90 sampel saja yang mengandung nilai sesungguhnya dari Mean Populasi.


Untuk menghitung Tingkat Keyakinan, kita perlu tahu batas-batas dalam mana 95% Mean akan jatuh. Untuk itu perlu kita ingat z-score sebagai distribusi normal data. Nilai z-score diperoleh dari:




Dimana :
  • z = z-score
  • X = Standard Deviasi
  • X ̅ = Mean Sampel
  • s = Standard Error


Batasan kiri –1,96 dan kanan 1,96. Untuk itu, kita mengganti z pada persamaan dengan :






Nilai X diperoleh dari :




Dengan demikian, batas bawah dari Tingkat Keyakinan adalah:





Dan, batas atas dari Tingkat Keyakinan adalah:




Tingkat Keyakinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95% dan dengan demikian signifikansi hasil uji statistik yang dikehendaki adalah < 0,05. Uji statistik yang digunakan menggunakan Uji Dua Sisi karena nilai gap yang diperoleh belum bisa dipastikan bernilai negatif (-) atau positif (+). Nilai z-score untuk signifikansi 0,05 untuk uji dua sisi telah distandardisasi, dan nilainya adalah – 1,96 untuk batas bawah dan 1,96 untuk batas atas.


Jenis dan Sumber Data


Jenis data primer yang dibutuhkan penelitian ini adalah data kualitatif berupa sikap pelanggan suatu perusahaan. Data berupa sikap tersebut dikuantifikasi dengan menggunakan skala ordinal. Kendati telah dikuantifikasi, data yang dihasilkan tetaplah data kualitatif.


Data kualitatif tersebut, lebih lanjut dikuantifikasi kembali dengan mengkategosasinya berdasarkan variabel X dan variabel Y. Variabel X terdiri atas .... dengan indikator-indikator .... Sementara variabel Y terdiri atas ..... dengan indikator-indikator .....


Selain data primer yang diperoleh berdasarkan penyebaran kuesioner, data primer juga diperoleh melalui wawancara terbuka kepada para responden. Data sekunder diperoleh dengan studi dokumentasi dan perpustakaan.


Teknik Pengukuran


Variabel X dan Variabel Y serta indikator-indikator yang ada di dalam Hipotesis penelitian harus diukur. Pengukuran ini ditentukan oleh sifat data, yaitu apakah Diskrit atau Kontinus. Selain itu, teknik pengukuran juga pada instrumen pengukurannya (skala).


1. Sifat Data


Pertama-tama peneliti harus menetapkan skala pengukuran yang digunakan untuk mengukur konsep. Skala pengukuran dari terendah hingga tertinggi adalah: (1) Nominal; (2) Ordinal; (3) Interval, dan (4) Rasio. Skala pengukuran membatasi uji-uji statistik yang diterapkan dalam analisis data.


Nominal adalah skala yang hanya mengukur perbedaan antar kategori. Misalnya agama yaitu Protestan, Katolik, Islam, Yahudi, Buddha. Atau, ras seperti Afro-Amerika, Kaukasus, Hispanik, Arian, atau Mongoloid. Ordinal adalah skala yang hanya mengukur perbedaan ditambah kategori yang bisa diurutkan atau dirangking seperti Tinggi, Rendah, Sedang atau sikap (Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, Sangat Tidak Setuju).


Interval mengukur apa yang bisa diukur nominal dan ordinal ditambah skala ini bisa merinci jarak antar kategori seperti Skor IQ (95, 110, 125) atau temperatur (5 derajat, 7, derajat, atau 9 derajat). Rasio bisa mengukur apa yang bisa diukur nominal, ordinal, dan rasio ditambah rasio punya titik 0 yang pasti seperti uang (1 rupiah, 2 rupiah) atau tahun belajar (1 tahun, 2 tahun, 3 tahun).


Khusus mengenai skala sikap, peneliti berbeda pendapat apakah memasukkan peringkat sikap ke dalam skala ordinal atau interval. Donald P. Schwab menyatakan keraguan ini. Di tengah keraguan ini, Schwab menyatakan bahwa peringkat sikap jika tidak bisa dikatakan berskala Interval sekurangnya adalah “mendekati” Interval. Schwab juga berani menyatakan bahwa, dengan “mendekati” Interval, uji-uji statistik yang biasa digunakan untuk skala Interval bisa dilakukan atas skala sikap yang “mendekati” Interval ini.


2. Skala Pengukuran


Skala alat ukur (dalam kuesioner sikap) yang biasa digunakan adalah Likert, Bogardus Social Distance Scale, Semantic Differential, dan Guttman Scaling.


Skala Likert. Skala Likert diciptakan tahun 1930 oleh Rensis Likert guna menyediakan tingkat Ordinal bagi pengukuran sikap seseorang. Likert menggunakan pilihan Setuju atau Tidak Setuju atas suatu pernyataan. Skala Likert minimal terdiri atas 2 pilihan jawaban (kategori). Lebih baik lagi jika mau menggunakan 4 hingga 8 pilihan jawaban.


Contoh-contoh Skala Likert kami sampaikan di bawah ini :


Skala Self-Esteem Rosenberg. Contoh dari skala yang menggunakan Rosenberg ini adalah:


Di atas semuanya, saya leluasa menyatakan bahwa saya keliru:
  1. Hampir selalu.
  2. Seringkali.
  3. Kadang.
  4. Jarang.
  5. Tidak Pernah.


Misalnya, diterapkan pada kasus Skala Penilaian Pengajaran oleh Mahasiswa:

Secara keseluruhan, saya memberi peringkat atas pengajaran di mata kuliah ini sebagai:


Atau, misalnya diterapkan pada Skala Supervisor Kelompok Kerja

Supervisor saya:


Bogardus Social Dimension Scale. Bogardus Social Dimension Scale mengukuru jarak sosial yang memisahkan etnis atau kelompok lainnya satu sama lain. Bogardus digunakan di dalam satu kelompok guna menentukan seberapa besar jarak yang dirasakan kelompok tersebut terhadap suatu sasaran atau “luar kelompok.”


Skala ini punya logika yang sederhana. Orang menjawab serangkaian pernyataan yang terurut; pernyataan yang paling dirasa mengancam atau yang jauh jarak sosialnya di satu sisi, dan yang paling tidak mengancam dan dekat jarak sosialnya di sisi lain. Logika skala ini adalah, orang yang menolak kontak atau tidak nyaman dengan item jarak sosial akan menolak item-item yang dekat secara sosial.


Contoh Bogardus sebagai berikut :



Di atas tercantum kuesioner Bogardus yang dibuat tahun 1925 (kiri) dan tahun 1993 (kanan). Perhatikan yang kiri, di mana ada pertanyaan berbunyi “I would willingly admit members of each race”. Atas pernyataan tersebut memilih jawaban antara 1 hingga 7. Mendekati jawaban 1, jarang sosial semakin dekat dan makin mendekati 7 jarak sosial semakin jauh.


Semantic Differential. Semantic Differential menyediakan ukuran tidak langsung pada bagaimana seseorang menyikapi suatu konsep, obyek, atau orang lain. Semantic Differential mengukur perasaan subyektif terhadap sesuatu menggunakan kata sifat. Ini karena orang mengkomunikasikan penilaian mereka lewat kata sifat, baik secara lisan atau tulisan. Karena sebagian besar kata sifat punya perlawanannya (misalnya: gelap/terang, kasar/halus/ lambat/cepat), skala ini menggunakan kata sifat yang berlawanan guna membangun ukuran peringkat atau skala.


Kisaran peringkat Semantif dari 7 hingga 11 poin antara. Berikut kami contohkan skala Semantic Differential:



Dari skala di atas, terdapat 19 pernyataan. Setiap pernyataan diukur dengan 7 skala. Misalnya, antara Good dan Bad terdapat 7 skala. Contoh pernyataan untuk nomor 1 misalnya “Warga DKI Jakarta membuang sampah di tempat yang mudah disapu.” 

[Good ___ ___ ___ ___ ___ ___ ___ Bad].


Guttman Scaling. Guttman Scaling juga disebut skala kumulatif, berbeda dengan skala-skala sebelumnya. Ini berarti, peneliti harus mendesain suatu dengan Guttman Scaling dicamkan di dalam benaknya.


Skala Guttman dimulai dengan pengukuran seperangkat indikator atau item. Ini bisa berupan item kuesioner, suara, atau karakteristik yang diamati. Skala Guttman mengukur fenomena berbeda (misalnya pola kejahata, pola menggunakan narkoba, partisipasi politik, gangguan psikologis). Indikator-indikator biasanya diukur dalam jawaban sederhana Ya/Tidak atau Hadir/Absen. Skala Guttman bisa menggunakan 3 hingga 20 indikator.


Peneliti memilih item dengan keyakinan terdapat hubungan logis antar item. Peneliti lalu menempatkan hasilkan ke sebuah skala Guttman dan menentukan apakah item-item tersebut membentuk pola yang seiring dengan hubungan. Contoh skala Guttman kami muat di bawah ini:

Peneliti memilih item dengan keyakinan terdapat hubungan logis antar item. Peneliti lalu menempatkan hasilkan ke sebuah skala Guttman dan menentukan apakah item-item tersebut membentuk pola yang seiring dengan hubungan. Contoh skala Guttman kami muat di bawah ini:


Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan:
  • Kuesioner
  • Wawancara
  • Content-Analysis
  • Focus groups
  • Observation
  • Video analysis 

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data berturut-turut adalah Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Uji Beda Paired t Sampled Test, dan Importance-Performance Analysis.


1. Uji Validitas Item


Uji Validitas Item atau butir dapat dilakukan dengan menggunakan software SPSS. Untuk proses ini, akan digunakan Uji Korelasi Pearson Product Moment. Dalam uji ini, setiap item akan diuji relasinya dengan skor total variabel yang dimaksud. Dalam hal ini masing-masing item yang ada di dalam variabel X dan Y akan diuji relasinya dengan skor total variabel tersebut.


Agar penelitian ini lebih teliti, sebuah item sebaiknya memiliki korelasi (r) dengan skor total masing-masing variabel ≥ 0,25. Item yang punya r hitung < 0,25 akan disingkirkan akibat mereka tidak melakukan pengukuran secara sama dengan yang dimaksud oleh skor total skala dan lebih jauh lagi, tidak memiliki kontribusi dengan pengukuran seseorang jika bukan malah mengacaukan.

2. Uji Reliabilitas Item


Uji Reliabilitas dilakukan dengan uji Alpha Cronbach. Rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:



Note:
  • α = Koefisien reliabilitas Alpha Cronbach
  • K = Jumlah item pertanyaan yang diuji
  • Σs_i^2 = Jumlah varians skor item
  • SX^2 = Varians skor-skor tes (seluruh item K)


Jika nilai alpha > 0,7 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient reliability) sementara jika alpha > 0,80 ini mensugestikan seluruh item reliabel dan seluruh tes secara konsisten secara internal karena memiliki reliabilitas yang kuat. Atau, ada pula yang memaknakannya sebagai berikut:
  • Jika alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna
  • Jika alpha antara 0,70 – 0,90 maka reliabilitas tinggi
  • Jika alpha antara 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat
  • Jika alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah


Jika alpha rendah, kemungkinan satu atau beberapa item tidak reliabel: Segera identifikasi dengan prosedur analisis per item. Item Analysis adalah kelanjutan dari tes Aplha sebelumnya guna melihat item-item tertentu yang tidak reliabel. Lewat ItemAnalysis ini maka satu atau beberapa item yang tidak reliabel dapat dibuang sehingga Alpha dapat lebih tinggi lagi nilainya.


Reliabilitas item diuji dengan melihat Koefisien Alpha dengan melakukan Reliability Analysis dengan SPSS ver. 16.0 for Windows. Akan dilihat nilai Alpha-Cronbach untuk reliabilitas keseluruhan item dalam satu variabel. Agar lebih teliti, dengan menggunakan SPSS, juga akan dilihat kolom Corrected Item Total Correlation. Nilai tiap-tiap item sebaiknya ≥ 0.40 sehingga membuktikan bahwa item tersebut dapat dikatakan punya reliabilitas Konsistensi Internal. Item-item yang punya koefisien korelasi < 0.40 akan dibuang kemudian Uji Reliabilitas item diulang dengan tidak menyertakan item yang tidak reliabel tersebut. Demikian terus dilakukan hingga Koefisien Reliabilitas masing-masing item adalah ≥ 0.40.

Daftar Pustaka

  • Andi Field, Discovering Statistics using SPSS, Second Edition (California : SAGE Publication, 2006)
  • David D. Vaus, Analyzing Social Science Data: 50 Key Problems in Data Analysis, (Thousand Oaks: Sage Publications, 2002)
  • David Wilkinson and Peter Birmingham, Using Research Instruments: A Guide for Researcher (London: RoutledgeFalmer, 2003).



Pengertian Filsafat Ilmu Pengetahuan

Pengertian Filsafat | Apa itu filsafat ilmu pengetahuan? Bagaimanapengertian filsafat menurut para ahli, dan penjelasan tentangpengertian filsafat ilmu pengetahuan referensi yang ada. Hal tersebutlah yang akan diulas pada tulisan berjudul pengertian filsafat ilmu pengetahuan ini.
Menurut AH. Nasution, filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu usaha akal manusia yang beraturan dan taat asas menuju keterangan tentang pengetahuan yang benar . 
Filsafat ilmu pengetahuan mengadakan penataan dan pengetahuan dasar yang dapat menjelaskan terjadinya pengetahuan (Martini Djamaris, 2011). Salah satu bidang studi filsafat yaitu filsafat ilmu pengetahuan ini mempelajari segala macam jenis, sifat dan bentuk ilmu pengetahuan berdasarkan segi atau sisi yang paling hakiki (Suparlan Suhartono). Secara singkat menurut Suhartono bahwa filsafat ilmu pengetahuan adalah lebih menekankan pada aspek pragmatis teknologi bagi kelestarian hidup dan pemanfaatan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, filsafat ilmu pengetahuan menurut Suhartono adalah filsafat praktis. Adapun kajian kajian dari filsafat ilmu pengetahuan adalah ontologi, epistemologi dan aksiologi
Sekarang ini filsafat ilmu pengetahuan telah menjadi salah satu disiplin ilmu. Akan tetapi, masih saja ada kesulitan dalam memahami dengan tepat apa itu filsafat ilmu pengetahuan. Apakah filsafat ilmu pengetahuan merupakan studi scientific achievement in vivo atau studi tentang masalah masalah mengenai penjelasan. Atas dasar ini, Conny memberikan 4 pandangan atau view of points dalam filsafat ilmu. 
Pengertian Filsafat Ilmu Pengetahuan Menurut Para Ahli
Pengertian filsafat Ilmu Pengetahuan
Point of view yang pertama, bahwa filsafat ilmu pengetahuan adalah perumusan world views yang konsisten dengan dan beberapa pengertian didasarkan atas teori teori ilmiah yang penting. Pandangan kedua bahwa filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu eksposisi dari presuppositions dan predispostions dari para ilmuwan. Padangan ketiga bahwa filsafat ilmu pengetahuan adalah disiplin yang didalamnya konsep konsep dan teori teori tentang ilmu dianalisis dan dikelompokkan. dan pandangan terakhir, pandangan keempat, filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu patokan tingkat kedua.
Conny R. Semiawan menambahkan bahwa tugas dari seorang filosofi atau ahli filsafat ilmu pengetahuan adalah mengkombinasikan ke aplikasi yang lebih luas dari ilmu pengetahuan. Pandangan kedua, berhubungan dengan penggabungan antara ilmu sosial (sosiologi) dengan filsafat ilmu pengetahuan. Dan dalam pandangan ketiga, konsep dan kompleks dijelaskan tentang makna dalam pemanfaatan ilmiahnya. Terakhir dalam poin ke-4, mengacu pada serangkaian pertanyaan berikut:
1. Karakteristik2 apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dengan tipe penyelidikan lain?
2. Prosedur yang seperti apa yang patut diikuti oleh ilmuwan dalam menyelidiki alam?
3. Bagaimana kondisi yang harus dicapai untuk suatu membuat penjelasan ilmiah menjadi benar?4. Bagaimana status kognitif dari prinsip prinsip dan hukum-hukum ilmiah?
Selanjutnya Conny, menyimpulkan bahwa perbedaan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat ilmu pengetahuan adalah pokok persoalan yang menjadi kajian masing masing. Ilmu pengetahuan lebih mengkaji tentang penjelasan tentang fakta fakta yang ada, sedangkan filsafat ilmu pengetahuan mengkaji lebih kepada analisis prosedur dan logika dalam penjelasan ilmiah.
Menurut Martini Djamaris, bahwa terdapat persamaan dan perbedaan antara filsafat ilmu pengetahuan. Persamaan antara keduanya adalah sebagai berikut:
  • Rumusan kajian akhir
  • Memberikan pemahaman tentang kohenrensi dan penyebab
  • Memberikan sintesis antarhubungan
  • Memiliki metode penelahaan
  • Memberikan penjelasan secara menyeluruh terhadap rasa ingin tahu (Curiosity) manusia.

Adapun perbedaan filsafat dan filsafat ilmu pengetahuan dapat kita lihat pada objek material, objek formal pendekatan yang digunakan.
(Apa pengertian ahli) Menurut Suparlan Suhartono, objek forma filsafat ilmu pengetahuan sendiri ada tiga sisi, yaitu abstrak, potensi dan konkret. Pada tingkatan abstrak, segala yang berbeda tersatukan dalam sifat universal. Oleh karena itu, pluralitas ilmu pengetahuan tetap berada dalam satu kesatuan sifat universal yaitu filsafat. Pada tingkatan potensi, segala sesuatu berada dalam diri pribadinya sendiri. Hal ini mengindikasikan, pluralitas ilmu pengetahuan berada dalam perbedaaan, tetapi tetap dalam satu kepribadian yaitu sifat ilmiah. Dalam aspek konkret, segala sesuatu berada dalam perubahan dan perkembangan. Aspek inilah yang menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan akan selalu berkembang dan mengalami perubahan bahkan dalam pluralitas ilmu pengetahuan. Walaupun dari ketiga sisi yang ada, terlihat bahwa ilmu pengetahuan cenderung berbeda beda, akan tetapi akan tetap dalam satu tujuan yaitu untuk menjaga kelestarian kehidupan.
(Apa pengertian ahli) Berdasarkan tulisan Jerome R. Ravrets (2004) bahwa perkembangan filsafat ilmu pengetahuan bermula dari periode klasik hingga saat ini. Pada abad pertengahan, filsafat ilmu pengetahuan lebih membahas tentang persoalan teologis, sebagai persoalan di seputar hubungan kemaha-tauan Allah dengan pengetahuan manusia yang terbatas. Filsafat ilmu pengetahuan lahir sebagai ilmu tersendiri adalah sebagai akibat profesionalisasi dan spesialisasi  ilmu ilmu alam. Filsafat ilmu pengetahuan pertama tama berusaha menjelaskan unsur unsur yang terlibat dalam proses penelitian ilmiah yaitu: Prosedur prosedur pengamatan, pola pola argumen, perhitungan, metode penyajian, perandaian metafisik dan lainnya.
Demikianlah ulasan singkat tentang pengertian filsafat ilmu pengetahuan menurut para ahli, saya harap pertanyaan anda tentang apa itu filsafat ilmu pengetahuan dapat terjawab
Sumber:
  • Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada: Jakarta: 2013.
  • Nasution, Harun, Falsafat dan Mistisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973
  • Ravertz, Jerome R., Filsafat Ilmu: Sejarah & Ruang Lingkup Bahasan, terj. Saut Pasaribu, Yokyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
  • Semiawan, Conny, Made Putrawan dan TH.I Setiawan, Dimensi Kreatif dalam Filsafat Ilmu, Bandung: Remaja Karya, 1983.
  • Suhartono, Suparlan, Filsafat Ilmu Pengetahuan: Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan, Jokjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008.




Hakikat Pengetahuan dan Ilmu Pengetahuan dalam Tinjauan Filsafat Ilmu 

          Eureka Pendidikan. “Ketahuailah apa yang kamu tahu dan ketahuilah apa yang kamu tidak tahu”, seperti itulah kutipan kata-kata dari seorang filsuf ketika ditanya oleh seseorang mengenai cara untuk mengetahui kebenaran. Sebagaimana yang telah dipahami, pada dasarnya manusia memang selalu identik dengan rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu ini bukan semata-mata tidak memiliki pengaruh pada manusia, melainkan rasa ingin tahu tersebut menjadi langkah awal bagi manusia untuk mengetahui kebenaran. Karena kompleksitas yang ada pada alam semesta ini membuat manusia senantiasa ingin mencari tahu yang sesungguhnya. Hal-hal yang berkaitan dengan rasa ingin tahu manusia sebenarnya telah banyak dikaji oleh berbagai disiplin ilmu. Kajian tersebut menjadi menarik karena mampu menjadi dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
      Kajian terkait rasa ingin tahu manusia beserta kebenaran yang diharapkan oleh manusia, pada umumnya dibahas dalam pengantar filsafat ilmu. Filsafat ilmu menjadi dasar dalam memahami esensi dari rasa ingin tahu manusia dan kebenaran. Karena sering kali untuk memahami sesuatu terkait tahu dan kebenaran itu dikacaukan oleh terminologi-terminologi yang saling tumpang tindih yang akhirnya menyimpulkan kekacauan dalam mengartikan suatu hal. Sering kali dalam memahami tahu dan kebenaran, terkacaukan pemahaman terkait perbedaan antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan; bagaimana indikator kebenaran itu. Maka, hal tersebut perlu dipahami secara mendasar agar dalam mengembangkannya tidak terjadi kesalahan secara teoritik. Pemahaman terkait pengetahuan, ilmu pengetahuan, batasan ilmu pengetahuan menjadi landasan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan pengetahuan dan ilmu pengetahuan itu sendiri. Karena sebagai akademisi yang identik dengan keilmuan sudah sepatutnya hal paling mendasar tentang ilmu pengetahuan dipahami secara mendasar sebagai acuan dalam pengembangan-pengembangan keilmuan. Terlebih bagi akademisi yang berada di bawah naungan pendidikan tinggi, hal mendasar yang telah dipahami menjadi landasan untuk mengembangkan keilmuan sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuni. Dengan demikian, khasanah bacaan terkait keilmuan bukan lagi bersifat pengawetan sebuah teori melainkan pembaruan-pembaruan yang disesuaikan dengan dinamika kehidupan. Berdasarkan hal tersebut, maka tulisan ini berupaya membahas mengenai hakikat pengetahuan, ilmu pengetahuan, batasan ilmu pengetahuan dan hakikat kebenaran dalam sudut pandang  ilmu.  

A.    Hakikat Pengetahuan Secara biologis manusia memang diklasifikasikan ke dalam kingdom             Animalia, karena adanya berbagai kesamaan dengan hewan[1]. Namun, manusia dikatakan memiliki keunggulan terutama pada kecerdasannya. Karena hanya manusialah yang mampu menafsirkan alam semesta beserta interaksi-interaksi yang ada di dalamnya melalui rasa ingin tahu. Banyak ilmuwan yang telah berupaya mengidentifikasi perihal kemamapuan manusia untuk “tahu” ini, contohnya melalui tinjauan otak manusia. Manusia itu mempunyai otak besar serta kulit otak yang paling sempurna tumbuhnnya dan paling banyak berliku-likunya. Ini menyebabkan bahwa ia menjadi suatu ‘binatang berpikir’, sehingga ia membuka kemungkinan-kemungkinan bagi kekuatan berpikir, daya mengangan-angankan, kesadaran dan keinsafan, kemampuan bicara, daya belajar yang sempurna sekali dan daya menggunakan alat[2]. 
       Melalui penerjemahan tentang otak tersebut, ilmuwan mencoba memberikan kesimpulan bahwa rasa ingin tahu manusia dapat ada karena salah satunya didukung oleh fisiologi sel-sel otak manusia. Namun sejauh yang penulis ketahui, belum ada ilmu yang mampu menjelaskan lebih rinci mengenai kemampuan dan mekanisme kerja otak manusia yang dapat berpikir untuk tahu, menganalisis, mengingat, dan berangan-angan. Setidaknya biologi telah berupaya menjelaskan otak manusia tersebut, yang dapat memberikan informasi terkait rasa ingin tahu manusia. Rasa ingin tahu yang ada pada manusia menjadikan manusia memiliki pengetahuan. Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Sedangkan secara terminologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui; segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Dalam penjelasan lain, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu[3]. Melalui dua pengertian di atas, dapatlah dipahami secara sederhana bahwa pengetahuan merupakan segala sesuatu yang manusia ketahui sebagai hasil dari proses mencari tahu. 
    Pengetahuan menjadi sebuah hal yang luar biasa dalam peradaban manusia, karena melalui pengetahuanlah aspek-aspek dalam peradaban manusia berkembang yang kemudian seluruhnya dapat dibedakan berdasarkan ontologi, epistemologi dan aksiologinya[4]. Agar lebih sederhana dalam memahami pengetahuan ini, maka penulis menganalogikan dengan hal berikut: Anda adalah mahasiswa baru di sebuah Universitas, kemudian Anda ingin mengetahui perpustakaan Universitas tersebut. Oleh karena itu, Anda menanyakan pada seseorang, yang kemudian dengan informasi yang diberikannya Anda akhirnya tahu dan dapat menemukan perpustakaan Universitas. Informasi yang Anda tanyakan tadi akhirnya membantu Anda untuk menemukan perpustakaan Universitas. Informasi tentang perpustakaan Universitas yang baru Anda dapatkan tadi, itulah pengetahuan baru bagi Anda. Manusia berpengetahuan bukan semata-mata untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya, melainkan memiliki tujuan-tujuan tertentu. Pada masa lalu, manusia berupaya mencari tahu untuk mengetahui suatu hal, umumnya menggunakan cara-cara yang sederhana yakni melalui aktivitasnya dengan alam. Sehingga ia akan menemukan cara hidup yang sesuai dengan alam. Untuk dapat memahami tahapan pengetahuan, secara umum August Comte (1798-1857)[5] membagi tiga tingkat perkembangan pengetahuan manusia dalam tahap religius, metafisik dan positif. Tahapan tersebut jugalah yang ada pada peradaban bangsa Indonesia. Pada tahap pertama, asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi. 
      Tahap kedua, orang mulai berspekulasi tentang metafisika (kebendaan) ujud yang menjadi objek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan di atas dasar postulat metafisik tersebut. Sedangkan tahap ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah, (ilmu) di mana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang objektif[6]. Berdasarkan tahapan pengetahuan yang telah dikembangkan oleh August Comte, dapatlah dipahami bahwa pengetahuan manusia pada mulanya didasari dengan suatu sikap pasif terhadap alam semesta. Sehingga yang muncul adalah kepatuhan terhadap alam semesta dengan cara memujanya agar kebaikan-kebaikanlah yang didapatkan dari alam. Hal ini dapat diketahui melalui adat-istiadat beberapa masyarakat kita yang masih mengadakan ritual tertentu sebagai bentuk penghormatan terhadap alam. Secara sederhana masyarakat memandang lingkungan sekitarnya penuh dengan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan, maka sistem pengetahuannya menyatakan bahwa semua itu adalah karunia sesuatu yang tidak tampak. Akhirnya kekompleksitasan yang ada pada alam semesta menjadikan manusia pada zaman dahulu mencoba menafsirkan alam semesta dengan mengkaitkannya pada wujud dan sifat-sifat manusia. Kemudian termanifestasikanlah ke dalam bentuk para dewa[7]. Karena pada dasarnya, setiap suku bangsa umumnya mempunyai cerita mitos yang merupakan hasil pemikiran masyarakat. Mitos mengandung unsur-unsur simbolik yang mempunyai arti dan pesan bagi hubungan sosial maupun kehidupan sehari-hari masyarakat.
      Masyarakat Indonesia juga memiliki mitos sendiri yang berasal dari asimilasi paham animisme dengan paham Hindu dalam tindakan religius orang Jawa, akhirnya melahirkan berbagai bentuk dewa. Dapatlah dianalogikan perkembangan pengetahuan manusia menurut August Comte seperti ini, manusia yang hidup dengan mengandalkan alam seperti pertanian. Sebagai contoh, masyarakat Jawa mempercayai bahwa melimpahnya tanaman yang tumbuh di tanah Jawa sebagai karunia Yang Maha Kuasa, yang diperoleh melalui pengorbanan seorang dewi, yaitu Dewi Sri[8]. Melalui pemahaman akan adanya sosok Dewi Sri tersebut, maka masyarakat menganggap tumbuhan yang melimpah adalah karunia sehingga memerlukan perlakuan yang baik. Maka, untuk menjaga agar tumbuhan tetap dapat tumbuh subur dan menghasilkan panen yang melimpah, masyarakat menggelar ritual untuk “menyenangkan” dan menghormati Sang Dewi. Hal tersebut umumnya diselenggarakan dalam bentuk upacara-upacara pada proses penanaman padi, mulai dari pembenihan hingga panen bahkan ketika terjadi gagal panen. Oleh karena itu, jika pada suatu waktu padi yang ditanam tiba-tiba menjadi mengering dan tidak memberikan hasil panen yang memuaskan, manusia menyimpulkan bahwa alam telah marah padanya karena kurang dimuliakan maka mulailah mereka kembali memuliakan alam melalui ritual-ritual tertentu[9]. 
     Hal tersebut sebagai manifestasi dari pengetahuan manusia bahwa ada kekuatan di luar diri manusia yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia, maka manusia harus memulikan kekuatan tersebut agar kehidupan manusia dapat terjamin. Setelah itu, pengetahuan manusia terus berkembang, sehingga memandang fenomena tanaman yang tiba-tiba tidak produktif ternyata terjadi secara berkala, yakni pada suatu waktu tertentu[10]. Melalui pengalaman tersebut akhirnya manusia menyimpulkan bahwa bukan semata-mata alam marah jika tanaman tidak berproduksi melainkan hal tersebut terjadi karena suatu hal yang tidak nyata di alam namun memiliki pengaruh pada pertumbuhan tanaman, seperti musim. Akhirnya berdasarkan pengalaman manusia, pengetahuannya menyimpulkan bahwa ketika musim tertentu (kemarau) padi yang ditanam tidak akan membuahkan hasil. Dengan demikian pada tahap pengetahuan yang kedua ini, manusia mulai menafsirkan bahwa alam memiliki siklus musim dan jenis tanaman apa yang dapat ditanam pada musim tertentu. Namun, manusia belum dapat berbuat banyak karena hanya sekedar mengetahui adanya musim pengering. Maka, mereka memulai untuk mengantisipasi ketersediaan air melalui sistem irigasi secara sederhana. Selanjutnya, di tahap akhir manusia menafsirkan alam berdasarkan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. 
      Manusia mencoba menafsirkan mengapa musim kemarau itu dapat terjadi dan pada dewasa ini cenderung tidak dapat terprediksikan. Sehingga seharusnya mereka dapat memanen hasil pertanian namun terkadang gagal panen karena kekeringan yang melanda. Pada tahap selanjutnya inilah, manusia mulai mengenal ilmu pengetahuan maka untuk menafsirkan fenomena alam yang tidak terprediksikan tersebut mulailah manusia meninjaunya secara lebih objektif atau berdasarkan kondisi alam itu sendiri. B. Hakikat Ilmu Pengetahuan Banyak orang mengartikan pengetahuan dan ilmu pengetahuan itu sama, hal tersebut memang tidak salah seluruhnya namun perlu ditinjau berdasarkan kaidah keilmuan agar dapat memahami sesungguhnya. Sebagaimana analogi yang telah dipaparkan, bahwa ilmu pengetahuan adalah tahapan atau bagian dari pengetahuan. Sehingga dapat dipahami bahwa pengetahuan berbeda dengan ilmu. Lebih tepatnya ilmu adalah bagian dari pengetahuan. Kata ilmu merupakan terjemahan dari kata “science”, yang secara etimologis berasal dari kata latin “scinre”, artinya “to know”. Namun, pengertian science ini sering salah diartikan, dan direduksi berkaitan dengan ilmu alam semata padahal tidak demikian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Pendapat lain menerangkan bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang mengembangkan dan melaksanakan aturan-aturan mainnya dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhannya[11].                   Melalui pendapat tersebut dipahami bahwa ilmu merupakan pengembangan dari pengetahuan yang memiliki aturan tertentu dan dapat diuji kebenarannya karena berkaitan dengan penafsiran suatu hal yang pada umumnya berlaku secara umum. Science is the system of man’s knowledge on nature, society and thought. It reflect the world in concepts, categories and law, the correctness and truth of which are verified by practical experience[12], Demikian pernyataan Afanasyef seorang ahli pikir Marxist berkebangsaan Rusia. Melalui penjabaran yang telah dikemukakan maka dapatlah dipahami bahwa ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu hal tertentu (obyek/ lapangan), yang merupakan kesatuan yang sistematis dan memberikan penjelasan yang sistematis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebab hal atau kejadian itu[13]. Berdasarkan pengertian yang telah diuraikan, maka ilmu menunjukan perkembangan pengetahuan manusia yang telah tersusun secara lebih terstruktur dan dapat diuji kebenarannya oleh semua orang. Pada akhirnya alam semesta dapat diterjemahkan oleh manusia menggunakan cara-cara yang lebih sesuai dengan dinamika alam apa adanya. Berdasarkan kajian-kajian yang ada, maka penulis menyimpulkan bahwa ilmu sebagai bagian dari pengetahuan memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari pengetahuan lain, yaitu: logis, sistematis, universal dan empiris. Logis menunjukan bahwa ilmu dapat dijangkau dan diterima oleh nalar manusia. Karena sifatnya dapat teramati oleh indera manusia atau dapat dijangkau oleh alat-alat yang mampu membantu indera manusia dalam menafsirkan gejala alam. 
       Sistematis menunjukkan pada sebuah hal yang runut, memiliki tahapan-tahapan yang jelas dalam memahaminya. Universal, bersifat menyeluruh yang berarti ilmu pengetahuan berlaku secara umum. Sedangkan empiris menunjukan bahwa semua orang dapat mengalami ilmu pengetahuan itu atau dapat mengembangkan ilmu tersebut.   Cerita tentang tanaman padi kita tadi yang tiba-tiba mengering secara tidak terprediksikan, pada akhirnya dapat dijelaskan secara lebih ilmiah oleh keilmuan. Fenomena tersebut dapat dijelaskan oleh biologi misalnya, karena padi yang tiba-tiba mengering sebelum masanya dapat terjadi karena adanya fenomena pemanasan global yang menyebabkan musim menjadi tidak menentu dan meningkatnya suhu bumi sehingga menjadi lebih panas akibat kerusakan ozon[14]. Hal tersebut dapat menjadi salah satu penyebab yang lebih ilmiah dan berlaku secara umum untuk menjelaskan faktor penyebab fenomena padi kita. Setelah dipahami bahwa penyebab kekeringan itu adalah pemanasan global maka, ilmu jugalah yang mengembangkan solusi bagi pertanian. Kemajuan di bidang biologi sel dan molekuler[15] menjadikan para biologiwan dapat mengembangkan varietas tanaman dengan keunggulan tertentu. 
      Biologiwan dapat menghasilkan tanaman padi yang lebih unggul dengan waktu produksi panen yang lebih singkat dan hasil yang baik. Sebagai contoh adalah padi yang dihasilkan oleh BATAN atau lembaga pertanian. Karena padi yang dihasilkan terbukti memiliki keunggulan seperti masa panen yang pendek, tahan terhadap hama, tahan terhadap kondisi panas yang ekstrem. Dengan demikian solusi dari masalah kegagalan panen karena musim tadi, bukan hanya dapat diselesaikan melalui sistem irigasi sederhana melainkan dapat diantisipasi dengan adanya padi dengan varietas yang lebih unggul.    Ilmu merupakan hasil dari peradaban manusia yang semata-mata membantu memudahkan pekerjaan manusia. Dalam hal ini pekerjaan manusia bukan hanya aspek praktis semata melainkan ilmu berhasil menerjemahkan alam semesta yang berlaku secara umum. Sehingga setiap orang dapat memahami gejala-gejala alam secara serentak dan ilmu itu juga dapat digunakan oleh semua orang tanpa batas apapun. Maka, di akhir pembahasan mengenai hakikat ilmu ini dapatlah kita mengutip pernyataan berikut ini, “ilmu itu ibarat bis kota: memang tidak senyaman Mercy Tiger, tapi rutenya jelas dan jadwalnya dapat dipercaya. Jelas bukan tunggangannya nabi yang diberkahi wahyu atau seniman besar yang penuh ilham, namun kendaraan orang-orang biasa seperti kita”[16]. C.    Batasan Ilmu Pengetahuan Pengetahuan memiliki ontologi, epistemologi dan aksiologi, maka apakah segala sesuatu yang terjadi pada manusia mampu dijelaskan oleh ilmu pengetahuan? Ternyata jawabannya tidak. Karena ilmu pengetahuan memiliki batasan, seperti itu jawaban sederhananya. Namun, apakah batas dari ilmu itu?. Secara ontologis, ilmu membatasi diri pada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia[17]. 
     Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan sehari-hari manusia, serta digunakan untuk menawarkan kemudahan pada kehidupan  manusia. Melalui hal tersebut dapatlah dipahami bahwa ilmu berbatas pada sesuatu yang dialami manusia, karena pengetahuan yang belum dialami manusia berupaya dijelaskan oleh pengetahuan lain, seperti agama contohnya. Ilmu pengetahuan dalam perkembangannya telah menghasilkan banyak hal dalam peradaban manusia. Bahkan seperti yang diketahui makhluk hidup yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang saja, dapat diidentifikasi menggunakan mikroskop sebagai salah satu hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan. Lebih menakjubkan lagi, karena makhluk mikroskopik tersebut memiliki peran dalam kehidupan manusia. Seperti cerita kekeringan padi tadi. Setelah manusia mampu mengidentifikasi penyebab kekeringan, manusia mulai memikirkan cara untuk menghasilkan padi yang lebih baik, yang dapat tahan pada kondisi dengan ketersediaan air yang rendah. Akhirnya melalui cabang ilmu biologi, yakni rekayasa genetika, manusia dapat menggabungkan gen padi yang unggul dengan gen padi yang biasa dengan menggunakan plasmid bakteri sebagai resipennya. Apabila gen padi unggul tadi dapat berekspresi maka, munculah padi unggul dengan jenis baru, dan dapat dikembangkan lagi keunggulannya itu. Hal ini tentu bermanfaat bagi peningkatan produk pertanian. Demikianlah irama ilmu pengetahuan yang senantiasa berdinamika dalam dinamika kehidupan manusia. Ilmu telah membantu manusia menafsirkan alam semesta, bahkan membantu manusia dalam meramalkan suatu kejadian berdasarkan pola-pola yang tampak. Namun, banyak pula yang berpendapat bahwa ilmu pengetahuan tidak selalu menghasilkan dampak positif, melainkan juga terdapat dampak negatifnya. Seperti padi hasil rekayasa genetika tadi, dinilai dapat mengurangi varietas padi. 
      Sehingga padi yang tidak unggul akan punah, karena tidak dikembangkan. Melalui hal ini perlulah pemahaman yang lebih bijak, bahwa ilmu merupakan alat yang dapat digunakan sesuai tujuannya. Kutipan bijak mengenai ilmu tampaknya cocok sebagai penutup pada pembahasan batasan ilmu ini yakni, menolak kehadiran ilmu dengan picik berarti kita menutup mata terhadap semua kemajuan masa kini di mana hampir semua aspek kehidupan modern dipengaruhi oleh produk ilmu dan teknologi. Sebaliknya dengan jalan mendewa-dewakan ilmu, hal ini menunjukan bahwa disini pun kita gagal untuk mendapatkan pengertian mengenai hakikat ilmu yang sesungguhnya. Mereka yang sungguh-sungguh berilmu adalah mereka yang mengetahui kelebihan dan kekurangan ilmu, di atas dasar itu mereka menerima ilmu sebagaimana adanya, mencintainya dengan bijaksana, serta menjadikan dia bagian dari kepribadian dan kehidupannya. Bersama-sama pengetahuan lainnya dan bersama pelengkap kehidupan dan memenuhkan kebahagiaan kita[18]. D.    Kebenaran Ilmiah Pada dasarnya ilmu pengetahuan menjelaskan segala sesuatu dengan maksud untuk mencari kebenaran. Kebenaran dalam wilayah ilmu pengetahuan ini memiliki berbagai pandangan yang akhirnya menghasilkan berbagai aliran pemikiran. Aliran-aliran tersebut berasal dari hasil pemikiran para ahli yang berupaya mencari tahu kebenaran yang dimaksud oleh ilmu pengetahuan. Pada dasarnya kebenaran telah menjadi kajian berpikir sejak lama. Plato (427-347) dan Aristoteles (384-322) telah mencoba merumuskan kebenaran ini. Teori kebenaran yang dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles adalah teori koherensi. Teori koherensi beranggapan bahwa suatu hal dikatakan benar berdasarkan pernyataan-pernyataan yang sebelumnya. Sehingga, apabila ada pernyataan “semua hewan menyusui masuk ke dalam kelas mamalia” adalah pernyataan yang benar. Maka, pernyataan bahwa paus menyusui dan ia termasuk ke dalam kelas mamalia” adalah pernyataan yang benar karena pernyataan-pernyataan yang ada saling berkaitan dan menunjukan kebenaran. Walaupun yang kita tahu paus adalah ikan, namun karena ia menyusui ia tidak masuk ke dalam kelas Pisces melainkan Mamalia. Selanjutnya teori kebenaran dikembangkan oleh Bertrand Russell (1872-1970) dengan teori koherensi. Berdasarkan teori koherensi, suatu hal dianggap benar apabila dapat diuji dengan kesesuaian obyek yang ada. Sebagai contoh, apabila terdapat pernyataan “ayam berkembang biak dengan bertelur”. Maka pernyataan dikatakan benar karena secara faktual, ayam memang berkembang biak dengan bertelur dan ditemukan pula telur ayam itu. Demikian teori kebenaran yang umumnya digunakan.     Teori koherensi dan korespondensi bermanfaat dalam memahami suatu hal karena dilatarbelakangi oleh metode ilmiah. Sehingga kebenaran dalam wilayah ilmu pengetahuan merupakan kebenaran ilmiah yang berangkat melalui metode ilmiah. Metode ilmiah ini diidentikan sebagai cara yang tepat untuk memahami sesuatu, karena didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yakni rasional, empiris dan sistematis. Pada perkembangannya banyak ahli-ahli yang masih mencoba merumuskan kebenaran itu, yang kemudian melahirkan berbagai aliran seperti empirisme, idealisme, eksistensialisme dan pragmatisme. Teori-teori tersebut akan coba untuk dibahas berikut ini: 1. Aliran Filsafat Empirisme Suatu hal dianggap benar menurut teori ini, jika suatu hal tersebut dapat dialami oleh semua orang atau adanya sebuah bukti otentik yang berdasarkan data yang bersifat umum. Aliran Empeirisme meletakkan ilmu dan kebenaran yang melekat pada objek tidak peduli siapa yang memandang. Sehingga pengetahuan itu hanya didapatkan melalui pengalaman, eksperimen atau suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja untuk mendapatkan sebuah respon. Pengalaman ini dibantu oleh alat-alat indera. Sehingga pengetahuan hanya didapatkan jika alat-alat indera menerima suatu hal sebagai pengalamannya. Sebagai contoh: Api itu panas. Hal ini dapat diketahui oleh semua orang karena ketika tangannya terbakar, ia akan merasakan panas. Maka api itu panas adalah benar, karena semua orang dapat mengalami rasa panas ketika kulit sebagai indera peraba terkena api, tidak peduli seberapa besar kemampuan tubuh sesesorang menahan rasa panas, akan tetapi ukuran panas dapat dibuat agar subjektifitas dari rasa panas dapat dihilangkan. Tokoh dari aliran empirisme ini adalah John Locke. 2. Aliran Filsafat Idealisme Immanuel Kant merupakan tokoh dalam teori ini. Idealisme sering disebut sebagai aliran romantik. Kant dalam sistemnya memberi keterangan tentang kemampuan budi mencapai pengetahuan: ia mengatakan sampai dimana kemampuan budi itu. Dengan terang dijelaskan oleh Emanual Kant, bahwa dengan budi murni orang tak mungkin mengenal apa yang ada diluar pengalaman, karena pengetahuan budi itu selalu mulai dengan pengalaman: metafisika murni tak mungkin![19]. Secara sederhana dipahami bahwa idealisme berkaitan dengan pikiran manusia sehingga sesuatu dinyatakan benar jika dapat terpikirkan oleh manusia. Aliran ini dianggap terlalu subyektif dan romantik karena budi setiap orang itu berbeda-beda. Hal yang ingin diterankan Emanuel Kant dalam aliran ini bukanlah Subjektifitas yang cenderung egosentris, akan tetapi pertimbangan baik dan benar mengenai suatu perkara belum tentu bisa didapatkan melalui pengalaman. 3. Aliran Filsafat Eksistensialisme Eksistensi membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya, mampu berada, eksis. Oleh eksistensia kursi dapat berada di tempat. Pohon mangga dapat tertatanam, tumbuh, berkembang. Harimau dapat hidup dan merajai hutan. Manusia dapat hidup, bekerja, berbakti dan membentuk kelompok bersama manusia lain. Selama masih bereksistensia, segala yang ada dapat ada, hidup, tampil, hadir. Namun, ketika eksistensia meninggalkannya, segala yang ada menjadi tidak ada, tidak hidup, tidak tampil, tidak hadir. Kursi lenyap. Pohon mangga menjadi kayu mangga. Harimau menjadi bangkai. Manusia mati. Demikianlah peranan eksistensia. Olehnya segalanya dapat nyata ada, hidup, tampil, berperan. Tanpanya, segala sesuatu tidak nyata ada, apalagi hidup dan berperan[20] Sehingga dapat dipahami kebenaran menurut eksistensi adalah apabila sesuatu itu ada, eksis meskipun saat itu ia tidak benar-benar ada di tempat kita memikirkannya. 4.     Aliran Filsafat  Pragmatisme John Dewey merupakan tokoh yang ada pada teori ini. Pragmatisme beranggapan bahwa sesuatu adalah benar jika memiliki fungsi secara praktis. Sebagai contoh: metode pembelajaran berbasis kearifan lokal adalah metode yang tepat untuk belajar Biologi. Karena melalui metode ini, siswa akan lebih mampu memahami materi ajar biologi dan memperoleh hasil belajar yang bagus karena didasarkan pada kearifan lokal yang ada di sekitarnya. Maka dalam pragmatisme, metode tersebut dianggap benar karena memiliki fungsi untuk meningkatkan hasil belajar biologi siswa. Pandangan Pragmatisme cenderung diarahkan pada kemoersialisme, yang menitikberatkan pada keuntungan tidak peduli keuntungan yang didapatkan berbentuk materi, pengalaman atau ilmu pengetahuan namun Jhon Dewey menganggap bahwa perkembangan ilmu filsafat yang hanya berlandaskan rasionalisme yang bercampur dengan idealisme akan menghasilkan kekeliruan yang berbahaya jika perkembangan yang dialami penganut ke arah Radikal. 

Source: http://www.eurekapendidikan.com/2014/10/pengetahuan-dan-ilmu-pengetahuan.html
Disalin dan Dipublikasikan melalui Eureka Pendidikan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik dan Strategi Nasional

Reproduksi Budaya (Pemaknaan Ulang Budaya)

Memperkenalkan Kebudayaan ke Luar Negeri